Dear Diary,
Niat hati membatu adik membuat essay untuk kepentingan ospeknya, tapi dipikir lumayan jg untuk isi postingan di blog yg mulai meredup dan vaccum. baiklah... Cekidot ya... itung-itung mengasah lg yang sudah tumpul.
Bismillah...
Semasa kecil sama seperti halnya anak-anak pada umumnya,
ketika ditanyakan ingin menjadi apa di masa depan, singkat ku jawab, “Menjadi
dokter”, ternyata memang benar kata-kata itu seperti doa. Padahal, ketika
anak-anak mungkin tak pernah terlintas bagaimana perjuangan agar bisa menggapai
cita itu, yang diketahui dan terlintas dalam benak hanyalah aku ingin menjadi
seperti bapak/ibu itu yang sering kita jumpai profesinya, entah karena kebaikan
dan ketulusan yang diberikan sang bapak/ibu itu ataukah hal-hal tertentu yang
menjadi imajenasi seorang anak.
Aku, Nadya, anak ke-3 dari tiga bersaudara, anak
bungsu. Ayah saya seorang PNS dan ibu pensiunan karyawati PT.POS. Kedua orang
tua ku selalu mengajarkan pentingnya pendidikan dan akademis pada anak-anaknya.
Mereka selalu memberikan yang terbaik untuk kami. Kakak-kakakku telah lulus dan
menjadi sarjana. Aku mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah favorit di
kota kelahiran saya, Purwakarta. Sejak kecil aku menyukai binatang terutama
kucing, dahulu terlintas cita-cita ingin
menjadi dokter hewan saja atau dokter anak karena aku menyukai anak-anak meski
aku tak pandai mengasuh.
Ayah dahulu memiliki harapan ketika kakak
perempuanku masuk SMA ingin dia menempuh pendidikan di jurusan Ilmu Alam, namun
ia kurang menyukai ilmu pasti dan cenderung lebih menyukai membaca dan seni,
hingga akhirnya ia menekuni ilmu sosial. Harapan Ayah tinggal padaku, aku tahu
orang tua ku pasti berharap pada ku sebagai anak bungsu untuk bisa mewujudkan
harapannya. Alhasil, sepanjang aku bersekolah di SMA aku memiliki kecenderungan
kesukaan pada pelajaran ilmu pasti, aku pun masuk jurusan ilmu alam. Di kelas
aku menemukan passion ku tentang ilmu, aku memiliki teman-teman dengan passion
yang beragam, dari mereka aku belajar arti mimpi dan cita. Akademisku pun
semakin membaik, karena lingkungan teman di sekolah pun mendukung.
Aku tahu cita-cita itu butuh pengorbanan. Dahulu
ketika SMP Ibu menyuruhku untuk fokus belajar dan sekolah, aku dilarangnya
untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Bahkan terkadang Ibu begitu
protektifnya terhadap pergaulanku. Aku tak pernah boleh ikut jika ada tamasya
ke luar kota yang diadakan oleh sekolah yang menghabiskan waktu beberapa hari
dan menginap. Mungkin saat itu aku sebal, mengapa kebutuhanku akan tamasya
begitu terasa di batasi. Ingin main ke rumah teman lalu menginap sambil belajar
bareng pun tak boleh, ibu lebih senang teman-temanku yang menginap di rumah dan
kami belajar bersama di rumah. Terkadang aku mengasihani diri mengapa aku tak
pernah berlibur seperti teman-temanku yang lain, misalnya sebagai hadiah atas
prestasi rangking yang didapatkan di sekolah. Ingin rasanya menuntut atas
prestasi dan perjuanganku, tapi aku memendam dan ibu terkadang memberikan opsi
lain sebagai penggantinya, biasanya hadiah berupa barang.
Begitulah sejumlah pengorbanan yang kini ku ilhami
sebagai hikmah atas hadiah yang Tuhan berikan untukku, tentunya atas perjuangan
dan doa kedua orang tua ku. Aku akan mendapatkan sesuai yang aku perjuangkan. Aku
sempat jatuh sakit radang usus karena pola makanku yang tak baik. Ketika baru
mulai beradaptasi dengan rutinitas belajar ku yang ritmenya mulai begitu
meningkat tajam, aku terkadang lupa makan dan lupa waktu, bahkan aku sering
mengeluh pada ibu pulang les malam lalu minggu nya kerja kelompok atau belajar
bersama. Waktu kebersamaan dengan keluarga pun sedikit. Kadang, aku ditinggal
mereka ke Bandung karena berbentrokan dengan acara ku di sekolah. Alhasil, aku
menginap dengan teman di rumah, itupun atas permintaan ortu ku agar mereka
dengan tengan meninggalkanku ke luar kota.
Saat penentuan pilihanku pada Dokter gigi, awalnya
aku dibuat gamang oleh pilihan-pilihan yang begitu memusingkan, hingga aku
sedikit depresi menangis dan bingung harus pilih yang mana sampai aku bertanya
pada semua orang di keluargaku, meminta masukan dan doa agar aku bisa
didekatkan dan diberikan jalan pada pilihan pendidikan yang harus aku tempuh. Pilihan
ini begitu sulit rasanya, ada ketertakutan yang begitu besar aku takut salah
melangkah, pilihan ini menentukan Master Masa depanku, karena ada harap kedua
orang tuaku yang juga ku emban.
Pilihan yang menjadi pertimbanganku saat itu
adalah ITB dan Kedokteran. Saat itu aku pernah mengikuti sosialisasi yang
diadakan di ITB, aku jatuh cinta pada lingkungan yang ada di kampus ITB,
rasanya orang-orangnya menyenangkan di sini, dan masa depan pun terjamin,
mendengar cerita dari banyak orang. Tapi, aku memandang lagi cita-citaku semasa
kecil menjadi dokter aku ingin juga mejadi dokter karena harapan keluarga juga.
Jika aku menempuh pendidikan dokter, biaya adalah kendala yang memenuhi
pikiranku. Kakak laki-laki ku pun menyarankan agar berpikir ulang untuk pilihan
dokter. Pilihan dokter yang menjadi prioritas ku saat itu adalah dokter gigi. Aku
melihat peluang emas untuk kemungkinan aku bisa lulus jalur Undangan.
Aku dan ibuku sama-sama gamang, kami sama-sama
berdoa sekuat tenaga agar Tuhan memberikan pilihan yang terbaik untukku dan
keluargaku. Awalnya, karena telah jatuh cinta dengan ITB aku memutuskan memilih
ITB dengan jurusan ilmu hayati. Itu pun atas ijin dan restu Ibu ku. Hati ini
pun sedikit lega dan tenang akhirnya bisa memilih. Namun, entah mengapa di saat
hari terakhir pendaftaran untuk jalur undangan Ibu memintaku mengubah
pilihanku. Aku sedikit marah, mengapa Ibu tiba-tiba merubahnya.
“De, mamah
mimpi kamu pakai baju dokter”, begitu tuturnya.
Akhirnya aku memutuskan dengan tekad bulat atas
ilham ibu ku untuk memilih fakultas kedokteran gigi unpad sebagai pilihan
pertama dan Akuntansi unpad sebagai pilihan kedua. Bahkan aku tiadak menjadikan
ITB sebagai pilihanku di akhir batas pendaftaran. Dengan berbekal ridho dan doa
Ibu ku itulah aku berbasmallah semoga Tuhan memudahkan jalan-Nya. Tuhan jika
memang engkau peluk mimpi semasa kecilku, inilah saatnya, peluklah mimpiku
menjadi seorang dokter, mampukan aku dan bahagiakan aku dan keluargaku jika aku
kelak menjadi dokter atas ridha-Mu.
Harap cemas menghiasi hari-hari ku menunggu
pengumuman kelulusan jalur undangan. Aku sudah lemah hati, perasaanku aku tak
lulus. Sudah begitu patah semangatnya aku, hingga ortu dan keluarga kerap
membesarkan hatiku. Bahkan aku sudah ikut intensif di bandung untuk ikut ujian
tertulis nanti, sebagai opsi lain jika aku tidak lulus jalur undangan. Keterputusasaan
itu kian memuncak ketika detik-detik menuju pengumuman, kakak dan ibu
membuatkan opsi-opsi jika aku tidak lulus jalur undangan ataupun tes tertulis,
hingga opsi pahit aku disuruh menganggur 1 tahun dengan mengikuti kursus
insentif dan ikut tes tertulis tahun depan. Aku tak mau itu terjadi, disaat
seharusnya aku berkuliah, melihat teman-teman seangkatanku dalam suasana
kuliah, aku berkutat dengan ilmu SMA untuk fokus pada tes tertulis tahun depan.
Hari pengumuman tiba, mamah menitipkan pesan, “De
ikhlas ya...coba ucapkan dalam hati, ikhlaskan apapun hasilnya, pun jika tak
lolos harus menerima segala pahit yang terjadi”. Aku pun mencoba ikhlas hari
itu. Kakak ku yang membuka web untuk melihat pengumuman, karena rasanya tak mau
aku melihat kegagalan ku sendiri.
SELAMAT, ANDA DINYATAKAN LULUS SNMPTN 2014.
PROGRAM STUDI DI MANA ANDA DITERIMA SNMPTN 2014 ADALAH PTN UNIVERSITAS
PADJADJARAN DAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER, ucap kakakku. Aku tak percaya,
tapi kakakku memelukku hangat lalu menangis, aku melihatnya dengan mata
kepalaku sendiri, dan ternyata benar. Alhamdulillah, aku pun menelepon Ayahku
sambil menangis.
Ayah tak kuasa menerima telepon panggilan dari ku, ia menyangka
aku tak lulus dan tak mau mendengar
berita nya ia mengalihkan telepon itu pada Ibu. “Mah Dedut Lulus masuk
fakultas Dokter Gigi Unpad”. Itulah hari terbaik dan terindah bagi ku di 2014
ini. Terima kasih Tuhan, mam, pap, keluargaku. Inilah langkah awal perjuanganku
menggapai mimpi semasa kecil, semoga tercapai. Aamiin.